Rindu sang Hilir atau Rindu sang Punuk?




Ada dua macam perumpamaan rindu yang unik dan sulit untuk dirasakan. Pertama, Hilir sungai  yang merindu samudra,meski jauh, berkelok tapi dia tahu pasti kemana akan bermuara. Kemudian punuk yang merindu bulan. Jangankan rindu terbalas, tersampaikan saja belum tentu. Jika setiap orang diberi pilihan pasti memilih macam rindu yang pertama. Meski susah tapi berakhir bahagia dan pasti bahagia.
Lalu bagaimana jika hak memilih itu tak berlaku? Mau tidak mau Kamu harus jadi punuk yang merindu bulan, bahkan bulannya pun bukan bulan yang biasa, bulan yang ada di andromeda? Maka kamu bisa memilih untuk menjadi Punuk yang Yasudahlah, yang berpikir lebih baik merindu batu disekelilingmu ATAU kamu berharap menjadi planet yang dikelilingi bulan di andromeda itu. Jangan pikirkan tentang cara transformasi seekor punuk menjadi sebuah planet, ini hanya sebuah perumpamaan. Apa pun pilihanmu, beruntunglah merindumu itu tertuju. Terbalas atau tidak, pasti ada doa yang terpanjat selama merindumu itu dan pasti ada yang maha mendengar untuk setiap pengaduan mu.

Sahabat itu Bukan Hanya




Sahabat itu bukan tentang ketidaksengajaan waktu yang membuat kalian bersama,tapi tentang usaha untuk menjadikan waktu kebersamaan itu menjadi ada. Mengorbankan beberapa Me Time untuk kebersamaan. Dan mengorbankan Me Time itu tak mudah kolega. Karena Me Time itu bukan hanya tentang waktu pribadimu, tapi juga tentang waktu belajarmu, waktu mengerjakan beberapa kewajibanmu dan bahkan terkadang untuk tetap menstabilkan Me Time, kamu harus mengorbankan waktu tidurmu dan beberapa waktu bermalas malasanmu. Mudah kah? Jujur, tidak.